cover
Contact Name
Baskoro Suryo Banindro
Contact Email
banindro@gmail.com
Phone
+6285641432978
Journal Mail Official
paramita@mail.unnes.ac.id
Editorial Address
Sekaran Campus, first floor in C5 building, Gunungpati, Kota Semarang,
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Paramita: Historical Studies Journal
Core Subject : Humanities,
The journal publishes writings on (1) historiography, (2) philosophy of history, (3) history of education, and (4) history educaiton. Historiography means the writing of history based on the critical examination of sources, the selection of particular details from the authentic materials in those sources, and the synthesis of those details into a narrative that stands the test of critical examination. Historiography studies cover chronologically various themes, such as local history, social history, cultural history, economic history, political history, military history, intellectual history, environmental history, and other historical studies. Philosophy of history, the study either of the historical process and its development or of the methods used by historians to understand their material. History of education is a study of the past that focuses on educational issues. These include education systems, institutions, theories, themes and other related phenomena in the past. History education includes studies of how history teaches in school or society, curriculum, educational values in events, figures, and historical heritage, media and sources of historical learning, history teachers, and studies of textbooks.
Articles 30 Documents
Search results for , issue "Vol 27, No 1 (2017): PARAMITA" : 30 Documents clear
THOMAS STAMFORD RAFFLES DI BENGKULU: POLITISI ATAU ILMUWAN? Wijaya, Daya Negri
Paramita: Historical Studies Journal Vol 27, No 1 (2017): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v27i1.7654

Abstract

EnglishEast India Company is not only having an authority in Java but also enjoying a long influence in Bengkulu. Thomas Stamford Raffles, an agent of EIC in Nusantara, experiences the above posts in these two strategic areas. Like in Java, Raffles has three policies in Bengkulu. Firstly, all former treaties are annulled. Secondly, authority is given to the company to administer the country according to equity, justice, and good policy. Thirdly, the cultivation of pepper is declared free, the people being at liberty to cultivate that article or not at pleasure. In addition, he finds the other strategic place to support the trade of EIC and private English in Southeast Asia. The place is called Tumasik and at present well-known as Singapore. He has also a concern on the world of flora and fauna. He works with Dr. Arnold to conduct a research on the gigantic flower of Rafflessia arnoldii and collaborates with Everard Home to study on the anatomy and biogeography of dugong. East India Company atau Kongsi Dagang Inggris ternyata bukan hanya berkuasa di Jawa tetapi juga cukup lama bercokol di Bengkulu. Thomas Stamford Raffles, salah satu agen EIC di Nusantara, merasakan kekuasaan di dua tempat strategis tersebut. Sama halnya seperti di Jawa, Raffles memiliki tiga kebijakan utama di Bengkulu. Pertama, merevisi segala perjanjian yang ada;  kedua, dia mengangkat para pegawai dari rakyat pribumi dengan kesetaraan, keadilan, dan kebijakan yang tepat; dan ketiga, dia memberi kebebasan pada rakyat untuk menanam sesuatu. Selain itu, dia menemukan tempat yang sangat strategis dalam mendukung kepentingan perdagangan EIC beserta orang Inggris di Asia Tenggara. Tempat itu bernama Tumasik dan kita kenal kini sebagai Singapura. Selain itu, dia ternyata juga peduli pada tumbuhan dan hewan yang tidak pernah ditemui sebelumnya. Jika dia bekerjasama dengan Dr. Arnold ketika mengaji Rafflessia arnoldii maka bersama dengan Everard Home, dia mengaji anatomi dan bio-geografi dari dugong. 
DARI MUKJIZAT KE KEMISKINAN ABSOLUT: PERLAWANAN PETANI DI RIAU MASA ORDE BARU DAN REFORMASI 1970-2010 Zaiyardam, Zaiyardam; Lindayanti, Lindayanti
Paramita: Historical Studies Journal Vol 27, No 1 (2017): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v27i1.9188

Abstract

The research objective is to learn the unjustice economic policy. It is necessary look for alternative policies that favor the farmers. The research method was qualitative. The method was carried out through a series of interviews with resource persons who understand the problem. In addition, documentary method was used. The research found that the life of the poor peasants are deeply deprived. Their land, field, forest and jungle had been grabbed by the state and the capitalist. After being land grabbed, they serve as slaves and receive small wages which were only sufficient to survive. During the dry season, these slaves were told to burn the land. If caught, the charge falls on them. "Fire is done by the people of Badarai, which performed shifting cultivation," wrote the mass media, which is a mouthpiece for capitalists. If caught, they were left. Without sin, the business owner sent other slaves back to burn the forest in order to clear the land. Exact phrase Pope Francis, the capitalist is dirt of devils. Said it all. However, farmers fight back. The style of resistance like the wind on the high seas. Occasionally breezy. On the other full-time ripples. Sometimes like a hurricane, devastated. Waves of resistances came inexhaustibly with the aim of restoring their land robbed. For robbery, enslavement and burning that they had done, can the state and the capitalists be categorized as a terrorist?. In this context, this paper attempting to give a new perspective on the state and capitalist as terrorists. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kebijakan ekonomi ketidakadilan. Hal ini terlihat diperlukan untuk kebijakan alternatif yang menguntungkan petani. Penelitian ini menemukan bahwa kehidupan para petani miskin sangat kehilangan tanah mereka, bidang, hutan dan hutan telah diraih oleh negara dan kapitalis. Setelah tanah menyambar, mereka melayani sebagai budak dan menerima upah kecil yang hanya cukup untuk bertahan hidup. Selama musim kemarau, budak tersebut diberitahu untuk membakar lahan. Jika tertangkap, biaya jatuh pada mereka. "Api yang dilakukan oleh orang-orang dari Badarai, yang dilakukan dengan perladangan berpindah," tulis media massa, yang merupakan corong kapitalis. Jika tertangkap, mereka ditinggalkan. Tanpa dosa, pemilik bisnis menyuruh hamba lain kembali untuk membakar hutan untuk membuka lahan. Frase yang tepat menurut Paus Francis, kapitalis adalah kotoran iblis. Namun, petani melawan. Gaya perlawanan seperti angin di laut lepas. Sesekali semilir, beriak di waktu lainnya. Kadang-kadang seperti badai yang menghancurkan. Gelombang resistensi datang tujuan memulihkan tanah mereka dirampok. Karena perampokan, perbudakan dan pembakaran bahwa mereka telah melakukan, bisa negara dan kapitalis dikategorikan sebagai teroris? Dalam konteks ini, tulisan ini mencoba untuk memberikan perspektif baru tentang negara dan kapitalis sebagai teroris. 
DEVELOPMENT OF SIGIL BASED E-BOOK AS MEDIA FOR “TECHNOLOGY AND INFORMATION FOR HISTORY LEARNING” COURSE Utami, Indah Wahyu Puji
Paramita: Historical Studies Journal Vol 27, No 1 (2017): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v27i1.7926

Abstract

Nowadays, information and communication technology has been accelerated. This condition also influence on the shift of students attitude toward knowledge and education. Therefore, teacher or lecturer must be creative to deal with this digital generation, for example by developing engaging media. This attempt become more and more important to do especially on history learning since many students considers this subject as dull and meaningless. This research tries to develop an engaging history learning media by using sigil software. The method used in this research is following Sadiman’s model in media development which consist of several stages (1) identification of needs, (2) intention analysis, (3) content development (4) formulating of success measuring instrument, (5) media script writing, (6) validation, (7) revision, and (8) production . From the analysis, it can be inferred that the sigil based e-book with MindMaple content is valid. The percentage of media expert validation is 86%, media expert validation is 85% and small group trial is 96,25%. Therefore this media is feasible to use in the “Technology and Information for History Learning” course. The advantages of this e-book are low cost, easy to use, and engaging. Perkembangan teknologi dan komunikasi telah mengalami akselerasi akhir-akhir ini. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap perubahan sikap siswa atau mahasiswa mengenai pendidikan dan pengetahuan. Oleh karenanya, guru dan dosen harus kreatif dalam menghadapi generasi digital. Usaha ini penting untuk dilakukan mengingat pembelajaran sejarah seringkali dianggap membosankan dan tidak bermakna. Penelitian ini berusaha untk mengembangkan media pembelajaran sejarah yang menarik dengan menggunakan perangkat lunak sigil. Penelitian ini menggunakan model pengembangan dari Sadiman yang terdiri atas beberapa tahap (1) identifikasi kebutuhan, (2) analisis tujuan, (3) pengembangan materi, (4) penyusunan instrumen pengukur keberhasilan, (5) penulisan instrumen pengukur keberhasilan, (6) validasi, (7) revisi, dan (8) produksi. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa e-book berbasis sigil dengan materi MindMaple valid. Percentase dari ahli media adalah 86%, validasi ahli materi 85%, dan uji coba kelompok kecil 96,25%. Oleh karenanya media ini layak untuk digunakan dalam Matakuliah Teknologi Informasi untuk Pembelajaran Sejarah. Kelebihan dari e-book ini adalah murah, mudah digunakan, dan menarik. 
PEMETAAN DAN PENILAIAN PERMAKAMAN SEJARAH SAMUDRA PASAI DI KABUPATEN ACEH UTARA Nurjanah H, Nurjanah H; Munandar, Aris; Arifin, Nurhayati HS
Paramita: Historical Studies Journal Vol 27, No 1 (2017): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v27i1.9189

Abstract

The purposes of this study are to map and identify the location of those artifacts, historical landscape unit of Samudra Pasai and to evaluate the historical tombs. Methods used were Cultural Mapping Approach using GIS and historical landscape assessment. From this research it was found that there are 33 historical tombs in Aceh Utara District. Thirteen of them are already stated as Cultural Heritage Site and 20 of them not yet included on the list. Historical landscape of Samudera Pasai’s tomb bearing importance with high significance value found in 6 tombs unit at Meurah Mulia Sub-district, Lhokseukon Sub-district, Baktiya Barat Sub-district, Tanah Jambo Aye sub-district and Syamtalira Aron sub-district. Ten tombs with medium significance value can be found at six sub-districts which are Geureudong Pase sub-district, Tanah Luas sub-district, Paya Bakong sub-district, Samudera sub-district, Seunuddon sub-district and Nibong sub-district. Four tombs with low significance value can be found at Samudera sub-district, Nibong sub-district, Seunuddon sub-district and Syamtalira Aron sub-district. Landscape preservation priority will be conducted at landscapes with high and medium significance values. Meanwhile, the landscape with low significance proposed to do physical improvements only. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan dan mengidentifikasi keberadaan artefak, Unit lanskap sejarah Samudra Pasai dan penilaian terhadap peningalan makam-makam bersejarah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cultural Mapping Approach dengan menggunakan GIS dan asesmen lanskap sejarah. Hasil dari penelitian ditemukan 33 permakaman bersejarah di Kabupaten Aceh Utara, 13 merupakan permakaman kepemilikan Situs Cagar Budaya dan 20 diantaranya belum terdaftar sebagai Situs Cagar budaya. Lanskap sejarah permakaman Samudra Pasai memiliki nilai penting dengan signifikansi tinggi sebanyak 6 unit permakam-an yang terdapat pada Kecamatan Meurah mulia, Kecamatan Lhokseukon, Kecamatan Baktiya Barat, Kecamatan Tanah Jambo Aye dan Kecamatan Syamtalira Aron. Permakam-an dengan nilai signifikansi sedang sebanyak 10 unit dapat dijumpai pada enam Kecamatan yaitu Kecamatan Geureudong Pase, Kecamat-an Tanah Luas, Kecamatan Paya Bakong, Kecamatan Samudera, Kecamatan Kecamat-an Seunuddon dan kecamatan Nibong. Permakaman dengan nilai signifikansi rendah sebanyak 4 unit terdapat pada Kecamatan Samudera, Kecamatan Nibong, Kecamatan Seunuddon dan Kecamatan Syamtalira Aron. Prioritas pelestarian dilakukan pada lanskap dengan nilai signifikansi tinggi dan sedang, namun untuk nilai signifikansi rendah diusulkan perbaikan fisik. 
A DISPUTE OVER LAND OWNERSHIP IN DAMPELAS: HEGEMONY OF DUTCH EAST INDIES AND BANAWA Nadjamuddin, Lukman
Paramita: Historical Studies Journal Vol 27, No 1 (2017): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v27i1.9184

Abstract

This study affirms that the core issues of the land ownership disputes case in Dampelas region can be acknowledged, where land ownership is envisaged in the context of social, cultural and economic value. This research employs a historical method in which the source, including books, journals, archives, newspapers contemporaries, and research results. This study aims to explain the existence Dampelas which in the past was part of the Celebes Afdeling Midden located between two reigns, namely the Kingdom of Banawa in Donggala and Dutch East Indies in Batavia through their representatives in Makassar and Manado. In the late nineteenth and early twentieth century, this area became an important part of the Dutch East Indies in Banawa. The Dutch tried to take over the management of the potential of forest products Dampelas, without giving concessions to indigenous groups. In the reign of King Lamarauna, Kingdom of Banawa successfully suppress Dampelas without the cost and burden of war. Penelitian ini menegaskan bahwa isu-isu inti dari kasus sengketa kepemilikan tanah di wilayah Dampelas dapat diakui, di mana kepemilikan tanah ini dipertimbangkan dalam konteks nilai sosial, budaya dan ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode sejarah di mana sumber, termasuk buku, jurnal, arsip, koran sezaman, dan hasil penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Dampelas keberadaan yang di masa lalu adalah bagian dari Afdeling Midden Celebes terletak di antara dua pemerintahan, yaitu Kerajaan Banawa di Donggala dan Hindia Belanda di Batavia melalui perwakilan mereka di Makassar dan Manado. Pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh, daerah ini menjadi bagian penting dari Hindia Belanda di Banawa. Belanda mencoba untuk mengambil alih pengelolaan potensi hasil hutan Dampelas, tanpa memberikan konsesi kepada kelompok masyarakat adat. Pada masa pemerintahan Raja Lamarauna, Kerajaan Banawa berhasil menekan Dampelas tanpa biaya dan beban perang. 
URGENSI DAN RELEVANSI PEMBELAJARAN SEJARAH MARITIM UNTUK WILAYAH PEDALAMAN Ahmad, Tsabit Azinar
Paramita: Historical Studies Journal Vol 27, No 1 (2017): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v27i1.9190

Abstract

Maritime aspect is becoming a national priority. Nevertheless, its application in educational domain, especially in the history learning is still constrained. Therefore, the article focused to (1) analyze the urgency and relevance of the maritime history teaching in the history learning curriculum; (2) identify the problems and obstacles encountered in the implementation of maritime history teaching; (3) formulate ideas and strategies recommended in implementing the maritime history teaching in the inland areas that are not based maritime. Maritime history can not be separated from the overall national history, so its presence in the teaching of history becomes an inherent factor. However, learning maritime history will face cultural and pedagogical problems when delivered in areas do not pertain directly to the maritime aspect. Therefore, it needs  contextualization strategies in learning of maritime history. First attempts to do is implement a linking and bridging strategies. Thus, the strengthening of maritime vision can be applied anywhere and contextual in a diverse cultural environment. Aspek kemaritiman saat ini tengah menjadi isu nasional. Akan tetapi penerapannya dalam ranah pendidikan, khususnya pembelajaran sejarah masih terkendala. Oleh karena itu, tulisan fokus pada upaya untuk (1) menganalisis urgensi dan relevansi terhadap pembelajaran sejarah maritim dalam kurikulum mata pelajaran sejarah; (2) mengidentifikasi permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam implementasi pembelajaran sejarah maritim; (3) merumuskan gagasan dan strategi yang direkomendasikan dalam menerapkan pembelajaran sejarah maritim di wilayah yang tidak berbasis maritim. Sejarah maritim tidak dapat dilepaskan dari sejarah nasional secara keseluruhan, sehingga keberadaannya dalam pembelajaran sejarah menjadi faktor yang me-lekat. Akan tetapi, pembelajaran sejarah maritim akan mengalami kendala ketika disampaikan pada wilayah-wilayah yang tidak bersinggungan langsung dengan aspek kemaritiman. Oleh karena itu, perlu ada strategi kontekstualisasi dalam pembelajaran sejarah maritim. Upaya pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan strategi linking dan bridging dalam pembelajaran sejarah. Dengan demikian, diharapkan  penguatan visi maritim dapat dilakukan di manapun dan kontekstual dalam lingkungan budaya yang beraneka ragam. 
ETHICAL POLITIC AND EMERGENCE OF INTELLECTUAL CLASS Abdullah, Annzar
Paramita: Historical Studies Journal Vol 27, No 1 (2017): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v27i1.6674

Abstract

This study aimed to examine and analyze the relationship between the ethical and the birth of the educated classes in the Dutch East Indies (Indonesia) in the colonial period.  The research is qualitative by using methods and approach to historical analysis.  The methods and approach to historical analysis combined with interactive methods, interdisciplinary and inter-textual to gain an understanding of the diverse impulses and interactions that contributed to the birth of the educated classes in the Indian Dutch the colonial period.  The results showed that the policy of "ethical policy" in the liberal period in the Dutch East Indies (Indonesia) have an impact on the formation of the educated native Indonesia.  Through this policy the bumiputera can find the momentum to get an education in the West.  The intellectuals who were born from these intellectuals have paved the way for poles crucial as a public educator.  This means that they have to wake Dutch East Indies (Indonesia) from a long hibernation during this time.  The presence of intellectuals in public spaces contribute to the growth of national consciousness, which in turn form the collective consciousness as a nation-state. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis hubungan antara etika dan kelahiran dari kelas terdidik di Hindia Belanda (Indonesia) pada masa kolonial. Penelitian kualitatif dengan menggunakan metode dan pendekatan untuk analisis sejarah. Metode dan pendekatan analisis historis dikombinasikan dengan metode interaktif, interdisipliner dan intertekstual untuk memperoleh pemahaman tentang impuls beragam dan interaksi yang berkontribusi terhadap lahirnya kelas terdidik di Belanda India masa kolonial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan "politik etis" pada periode liberal di Hindia Belanda (Indonesia) berdampak pada pembentukan asli Indonesia yang berpendidikan. Melalui kebijakan ini bumiputera dapat menemukan momentum untuk mendapatkan pendidikan di Barat. Para intelektual yang lahir dari para intelektual ini telah membuka jalan bagi kutub penting sebagai pendidik masyarakat. Ini berarti bahwa mereka harus bangun Hindia Belanda (Indonesia) dari tidur panjangnya selama ini. Kehadiran intelektual di ruang publik memberikan kontribusi pada pertumbuhan kesadaran nasional, yang pada gilirannya membentuk kesadaran kolektif sebagai sebuah negara-bangsa.
INDONESIA IN THE GLOBALIZATION TRAP: A HISTORICAL PERSPECTIVE Sulistiyono, Singgih Tri
Paramita: Historical Studies Journal Vol 27, No 1 (2017): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v27i1.9185

Abstract

By using historical approach, this article intends to examine the problems faced by Indonesia as a developing country in connection to the strengthening process of globalization. The rapid process of globalization has been responded aggresively by Indonesia without considering internal readiness. Since the New Order period, Indonesia has been very eager to appear as a modern nation by coping with the demand of globalization and economic liberalization as has been campaigning by the developed countries. Indonesia has responded excessively to liberalization through the jargon of globalization and regionalization. That is, Indonesia is very open to free competition with the outside world while the internal condition has not been well prepared. Internal conditions include the bureaucracy and other institutions as well as the quality of human resources. Since the New Order government, dozens of bilateral, multilateral, and international agreements have been signed by the Indonesian government for performing economic liberalization in the field of investment, trade, and labor which in turn causing what the so called ‘globalization trap’. Dengan menggunakan pendekatan historis, artikel ini bermaksud untuk meneliti masalah yang dihadapi oleh Indonesia sebagai negara berkembang sehubungan dengan proses    penguatan globalisasi. Proses cepat globalisasi telah direspon agresif oleh Indonesia tanpa mempertimbangkan kesiapan internal. Sejak masa Orde Baru, Indonesia sudah sang-at bersemangat untuk tampil sebagai bangsa modern dengan mengatasi permintaan globalisasi dan liberalisasi ekonomi seperti telah berkampanye oleh negara-negara maju. Indonesia telah menanggapi secara berlebihan liberalisasi melalui jargon globalisasi dan regionalisasi. Artinya, Indonesia sangat terbuka untuk persaingan bebas dengan dunia luar sementara kondisi internal belum siap. Kondisi internal meliputi birokrasi dan lembaga lainnya serta kualitas sumber daya manusia. Sejak pemerintah Orde Baru, puluhan perjanjian bilateral, multilateral, dan internasional telah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia untuk melakukan liberalisasi ekonomi di bidang investasi, perdagangan, dan tenaga kerja yang pada gilirannya menyebabkan apa yang disebut globalisasi perangkap. 
INDUSTRIALISASI DAN EKSISTENSI KOTA LANGSA PADA ERA KOLONIAL, 1907-1942 Muhajir, Ahmad; Yuliati, Dewi; Rochwulaningsih, Yety
Paramita: Historical Studies Journal Vol 27, No 1 (2017): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v27i1.7320

Abstract

This study aimed to examine the existence of Langsa as a colonial city during the first half of the 20th century, which focused on development of capitalism in industrial sector and its relation with establishment of this city. Colonial government had to developed capitalism through industrialization and to accommodated the private interests. East Aceh previously had a traditional economic-base on pepper agriculture but this was devastated by war and then replaced by capitalism. Industrialization was implemented by the Dutch on transportation, communication, public services and rubber plantation industries. Then the private capitalists were dominated the rubber plantation and petroleum mining industries. Industrialization was the determinant factor of the growth of Langsa as the colonial city and impacted the major changes and development of urban space. Since 1907, Langsa became the third largest city in Aceh until the end of the Dutch colonialism in 1942. Studi ini bertujuan untuk mengkaji eksistensi Langsa sebagai kota kolonial pada paruh pertama abad ke-20, yang difokuskan pada perkembangan kapitalisme di sektor industri dan hubungannya dengan pembangunan kota tersebut. Pemerintah kolonial didorong untuk mengembangkan kapitalisme melalui industrialisasi untuk mengakomodir kepentingan kapitalis swasta. Dahulu Aceh Timur memiliki basis ekonomi tradisional pada pertanian lada namun hancur akibat perang dan kemudian digantikan oleh kapitalisme. Industrialisasi diimplementasikan oleh Belanda pada industri jasa transportasi, komunikasi, layanan umum dan perkebunan karet. Kemudian industri perkebunan karet dan pertambangan minyak bumi didominasi oleh kapitalis swasta. Industrialisasi merupakan faktor determinan pertumbuhan Langsa sebagai kota kolonial dan berdampak pada perubahan besar dan perkembangan ruang kota. Hanya satu dasawarsa (1907-1917), Langsa telah menjadi kota ketiga terbesar di Aceh hingga akhir kolonialisme Belanda pada tahun 1942. 
THE POLITICS OF THE SUNDANESE KINGDOM ADMINISTRATION IN KAWALI-GALUH Widyonugrahanto, Widyonugrahanto; Lubis, Nina Herlina; Muhzin Z., Mumuh; Mahzuni, Dede; Sofianto, Kunto; Mulyadi, R.M.; Darsa, Undang Ahmad
Paramita: Historical Studies Journal Vol 27, No 1 (2017): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v27i1.9187

Abstract

The focus of the study is the politics of the Sundanese Kingdom administration during a period when the power was centered in Kawali-Galuh. Astana Gede Kawali is a historical site that used to be the center of the Sundanese kingdom as solidly proven by the existence of a number of remaining historical plaques found in the site.  The study employed a four-step historical method that involved heuristics, criticism, interpretation, and historiography. The main concept underlying the study is Montesquieu’s Division of Power, also known as the Trias Politica. In general, the politics of the Sundanese kingdom administration remained unchanged despite the shifts of the administrative center to Galuh, Kawali, and Pakuan. The Sundanese kingdoms actually adopted a unique concept called Tri Tangtu di Buana, according to which administrative power was distributed triadically among Prebu, Rama, and Resi. The concept of Tri Tangtu Buana is similar to that of Montesquieu’s Trias Politica, which is commonly adopted by today’s modern states. Penelitian ini adalah tentang politik pemerintahan Kerajaan Sunda ketika kekuasaan berpusat di Kawali-Galuh. Astana Gede Kawali adalah salah satu situs peninggalan bersejarah yang merupakan bekas pusat pemerintahan Kerajaan Sunda Kawali-Galuh. Beberapa prasasti tentang Kerajaan Sunda yang ditemukan disana adalah bukti keras tentang itu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Sejarah yang didalamnya terdapat empat tahapan yaitu Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Historiografi. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah Konsep Pembagian Kekuasaan Montesquieu yang terkenal dengan namaTrias Politica. Politik pemerintahan dalam kerajaan Sunda pada umumnya adalah sama walaupun pusat pemerintahannya berpindah pindah dari Galuh, Kawali dan Pakuan. Pemerintahan Kerajaan Sunda memiliki kekhasannya tersendiri dengan konsepnya Tri Tangtu di Buana yang didalamnya membagi kekuasaan pemerintahan dalam Prebu-Rama-Resi.Tri Tangtu di Buana ini memiliki kemiripan dengan pembagian kekuasaan yang terkenal dengan sebutan Trias Politica dari Montesquieu yang sekarang banyak digunakan dalam negara modern. 

Page 1 of 3 | Total Record : 30